Minggu, 08 Desember 2013

Pertemuan pertama SCG

Photo bersama saat selesai acar
Alhamdulillah.. malam ini (8 des 2013) acara pertemuan anggota SCG lancar, cuma ada sedikit kendala, karan separoh bahkan lebih anggota SCG yang lainnya tidak bisa hadir, karna berhalangan dengan kegiatan ekternal di kampus, jadi yang datang hnaya 12 orang, tapi cukup lumayan ramai, dalam pertemuan ini, membahas tentang keaktifan dan kegiatan yang akan di adakan dalam forum kita ini, dan acara ini di isi oleh Fahrurrazi sebagai penasehat kegiatan organisasi, di harap kan dalam pertamuan yang berikutnya semua anggota dapat menghadiri agenda kita. hasil kegiatan ini antara lain membahas tentang: 1. kesepakan kegiatan, 2. kekompakan dalam mengambil keputusan, 3. menjadi pemuda sambas yang bisa di andalkan, 4. menjadi pemimpin yang sukses, 5.mengharumkan nama baik pemuda sambas bahkan menjadi pelopor anak muda yang lainnya.
pada intinya komunitas kita ini akan mengadakan sebuah agenda yang akn kita sepakai bersama,
saat penyampaian materi oleh fahrurrazi

anggota lagi mendengarkan pembicara

photo bersama mr Azi (fahrurrazi)

serius

Minggu, 01 Desember 2013

Kec. Tangaran

Kecamatan Tangaran merupakan kecamatan kedelapan di Kabupaten Sambas yang dibentuk sejak diberlakukannya Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 yang kemudian diubah dan diganti dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Kecamatan Tangaran terbentuk secara resmi pada Hari Senin tanggal 15 Mei 2006 yang merupakan pemekaran kedua dari Kecamatan Teluk Keramat dengan luas wilayah 186,67 Km2.

Wilayah Administrasi Kecamatan Tangaran membawahi 7 Desa terdiri dari :
  1. Desa Simpang Empat
  2. Desa Merpati
  3. Desa Tangaran
  4. Desa Semata
  5. Desa Pancur
  6. Desa Merabuan
  7. Desa Arung Parak
Sejak dibentuk pada tahun 2006 s/d sekarang pejabat yang duduk sebagai Camat yakni :
  1. A. Rahmat, SIP., M.Si.
  2. Agustian, SIP., M.Si.
  3. Rusniardi, S.Pd.I 
(http://id.wikipedia.org/wiki/Tangaran,_Sambas)
 Desa Tangaran Dusun Pendawan
Oleh: Hendra

Desa Tangaran terbagi atas beberapa Dusun,
di antaranya: Dusun, Pendawan, Dusun Pandam, Dusun Sedayan, Dusun Lubuk Baruk, Dusun Belawan

Dusun Pendawan
Ini merupakan kegiatan Rutin setiap tahunnya (merontok padi)
Dusun Pendawan adalah sebuah dusun yang berada di antara Dusun Pandam dan Dusun Sedayan, Dusun Pendawan saat ini memiliki beberapa tempat yang di bangun berbagai Fasilitas beresama, karna letak nya yang berada di tengah-tenga, saat ini Dusun Pendawan Memiliki masjid yang bernama Masjid Jihad, dan sekolah dasar SDN 03 Pendawan, dan memiliki PAUD, dan juga satu-satunya pintu masuk yang ada Pintu Gerbangnya, antara Dusun Pendawan dan Dusun Sedaya, dan juga memiliki sebuah lapangan bola... dan sempat juga kantor Lurah juga berada di Dusun Pendawan, kampung ini memiliki 3 jalan, utama, dan saat ini sudah banyak rumah yang berada di dalam Gang,, SDN 03 pernah mendapat penghargaan atas kerapaiannya, SDN pendawan berada di ujung kampung dan tepatnya berada di tepi Sungai, dekat jembatan Nibung (jembatan yang terbuat dari pohon sejenis Pinang yang memiliki duri dan di namakan Nibung) yang manjadi beban di kampung ini adalah masalah jalan yang semakin hari semakin kecil. akibatnya bagi pengendara motor kesukaran untk berselisih
ini adalah gambar-gambar fasilitas umjum yang ada di dusun pendawan,,
Jembatan Nibung menuju dusun Pandam

SDN 03 Pendawan

SDN

SDN

SDN

Masjid Jihad

Pintu gerbang mssuk





















Suku Sambas

Suku Sambas (Melayu Sambas) adalah suku bangsa atau etnoreligius Muslim yang berbudaya melayu, berbahasa Melayu dan menempati sebagian besar wilayah Kabupaten Sambas, Kabupaten Bengkayang, Kota Singkawang dan sebagian kecil Kabupaten Pontianak- Kalimantan Barat. Suku Melayu Sambas terkadang juga disebut Suku Sambas, tetapi penamaan tersebut jarang digunakan oleh masyarakat setempat.


Secara liguistik Suku Sambas merupakan bagian dari rumpun Suku Dayak, khususnya dayak Melayik yang dituturkan oleh 3 suku Dayak : Dayak Meratus/Bukit (alias Banjar arkhais yang digolongkan bahasa Melayu), Dayak Iban dan Dayak Kendayan (Kanayatn). Tidak termasuk Banjar, Berau, Kedayan (Brunei), Senganan, Sambas yang dianggap berbudaya Melayu. Sekarang beberapa suku berbudaya Melayu yang sekarang telah bergabung dalam suku Dayak adalah Kutai, Tidung dan Bulungan (keduanya rumpun Borneo Utara) serta Paser (rumpun Barito Raya).


Pada awalnya Sambas bukanlah nama suku, akan tetapi nama tempat/wilayah dan nama Kerajaan yang berada tepat di pertemuan 3 sungai yaitu sungai Sambas Kecil, sungai Subah dan sungai Teberau yang lebih dikenal dengan Muara Ulakan. Seluruh masyarakat asli Kalimantan sendiri sebenarnya adalah Serumpun, Antara Ngaju, Maanyan, Iban, Kenyah, Kayatn, Kutai ( Lawangan - Tonyoi - Benuaq ), Banjar ( Ngaju, Iban , maanyan, dll ), Tidung, Paser, dan lainnya. Hanya saja Permasalahan Politik Penguasa dan Agama menjadi jurang pemisah antara keluarga besar ini. Mereka yang meninggalkan kepercayaan lama akhirnya meninggalkan adatnya karena lebih menerima kepercayaan baru dan berevolusi menjadi Masyarakat Melayu Muda. Khususnya dalam Islam maupun Nasrani, hal - hal adat yang bertolak belakang dengan ajaran akan ditinggalkan. Sedangkan yang tetap teguh dengan kepercayaan lama disebut dengan Dayak. Adat-istiadat lama Suku Melayu Sambas banyak kesamaan dengan adat-istiadat Suku Dayak rumpun Melayik misalnya; tumpang 1000, tepung tawar, dan lainnya yang bernuansa Hindu.


Secara administratif, Suku Sambas merupakan suku baru yang muncul dalam sensus tahun 2000 dan merupakan 12% dari penduduk Kalimantan Barat, sebelumnya suku Sambas tergabung ke dalam suku Melayu pada sensus 1930. Sehubungan dengan hal tersebut kemungkinan "Dialek Melayu Sambas" meningkat statusnya dari sebuah dialek menjadi bahasa kesukuan yaitu Bahasa Suku Sambas.


Perubahan Suku Sambas secara drastis setelah masuk Islam, hampir menghapus jejak asal muasalnya yaitu Suku asli yang mendiami pulau Kalimantan. Kebudayaan Melayu yang dianggap lebih "beradab", membantu menghilangkan budaya Dayak pada Suku Sambas dengan cepat. Sehingga Sambas yang dahulunya beragama Hindu Kaharingan kehilangan jejak Kaharingan, walaupun sebagian kecil ada yang tersisa. Akibatnya orang lebih yakin Sambas adalah Melayu, padahal tidaklah demikian. Tentu saja segala hal dalam adat lawas dianggap syirik (bertentangan dengan agama) jadi harus dimusnahkan dan ditinggalkan.


Sulitnya data semakin mempersulit para peneliti untuk mencari jejak asal muasal Suku Sambas. Membuat hasil penelitian terlihat ambigu bahkan samar. Peneliti seringkali mengklasifikasikan berdasarkan bahasa, sedangkan menurut orang Kutai dan Tunjung-Benuaq mengenal tradisi lisan yang mengklasifikasikan golongan berdasarkan budaya dan sejarah budayanya serta geneologi. Oleh karena itulah Suku Sambas diklasifikasikan ke dalam suku Dayak berbudaya Melayu.


Kabupaten Sambas terkenal dengan sebuah peninggalan sejarah yaitu sebuah keraton peninggalan Kesultanan Sambas. Penduduknya mayoritas melayu, dan berbahasa melayu. Sebagian besar bahasa yang digunakan adalah sama. Bahasa Melayu sangat mudah dipahami, apalagi bagi orang yang mendengar orang Betawi berbicara, karena kurang lebih bahasa Betawi dan Melayu sama, misalnya: Seseorang berbicara, "Kamu mau ke mana?", jika dalam bahasa melayu "Kau nak ke mane", (penyebutan "e" dalam bahasa melayu, sedangkan bahasa suku Sambas membunyikan "e" seperti bunyi pada kata "lele". Keunikan lain dari bahasa Melayu Sambas adalah pengucapan huruf ganda seperti dalam Bahasa [Melayu] Berau di Kalimantan Timur, seperti pada kata 'bassar' (artinya besar dalam bahasa indonesia).

Cerita keramahan orang sambas

Ketika menginjakan kaki di Pulau Kalimantan bagian barat, hanya kata 'panas' yang terlontar
Semilir angin saja, tidak dapat dirasakan. Hanya panas, panas, dan panas
Badan pun suhunya tidak enak, karena memang sedang tidak enak badan
Jantung dag-dig-dug pleng pun masih terasa karena sempat turbulensi ketika di dalam pesawat
Menunggu di tempat travel menuju Pontianak-Sambas buang-buang waktu, lama

Ketika mobil mulai berjalan, rasa kantuk akibat obat sudah tidak dapat ditoleransi lagi
Akhirnya terlelap hingga sampai ke tujuan
Cukup lama terlelap dalam perjalanan
Kota Singkawang pun sampai tidak teramati

Sampailah di tujuan
Sambas, kabupaten perbatasan Indonesia-Malaysia

Pertama kali menginjakan, hanya pening di kepala
Rasanya ingin pulang kembali ke Jakarta

Di sela pening, kaki mulai melangkah mencari dokter
Tidak ada yang buka satu pun
Lemas sudah badan...

Mendadak seorang wanita yang baik hati menghantarkan ke seorang 'mantri' yang terkenal di Sambas
Tidak sampai sejam, sang mantri memberikan obat-obatan yang lumayan banyak
Hmmm...efek tidak nafsu makan membuat badan meradang ternyata

Tidak langsung di bawa ke temnpat penginapan, melainkan dihantarkan keliling Sambas
Walaupun hanya sekejap, tetapi sangat berkesan
Melihat Masjid Jami Kesultanan Sambas dan Istana Kesultanan Sambas
Bangunan kuno, tetapi rasa kagum tidak terbendung
Terasa kental adat Melayu-nya

Ternyata ada cerita mistis yang membuat orang-orang harus bersikap sopan di area masjid dan istana
Harus mengucapakan salam ketika memasuki gerbangnya
Konon di depan gerbang, terdapat 'penjaga' yang melindungi area masjid dan istana dari gangguan-gangguan negatif
Beginilah Indonesia, kita memang sudah diajarkan untuk bersikap sopan santun antar yang lainnya ^_^

Azan maghrib tiba, akhirnya sang ibu baik hati menghantarkan pulang ke penginapan
Selama perjalanan pulang, kami melewati Komplek Pemakaman Kesultanan Sambas
Ada rasa merinding ketika melewatinya

Selain berkeliling Sambas, sang ibu baik hati ini bercerita tentang makanan-makanan khas Sambas
Salahsatunya adalah Bubur Sambas
Sepintas sangat mirip dengan bubur ayam, tetapi yang berbeda adalah sambalnya
Katanya sambalnya super duper pedas
Sayang tidak bisa mencoba karena sakit T_T

Sampailah di penginapan
Sang ibu baik hati segera pulang ke rumahnya
Sungguh hari yang indah

Pagi harinya, sakit di badan mulai hilang
Hebat ternyata sang mantri ini
Bersiap-siap untuk meliput tim peneliti pertanian

Sore hari, mobil travel datang menjemput untuk kembali ke Pontianak
Rasa sedih cukup menghantui diri
Terasa berat untuk meninggalkan Sambas
Masih ingin mengekploitasi keindahan Sambas

Rintik hujan mulai dirasakan ketika meninggalkan Sambas
Selamat tinggal Sambas
Sampai jumpa lagi di kemudian hari
Terima kasih untuk semua masyarakat di Sambas
Terutama untuk sang ibu baik hati, Ibu Yuyun

Kerusuhan Sambas-menurut para Ahli

BENTURAN BUDAYA DAN RASA KEADILAN

TRAGEDI Sambas sudah berlangsung dua bulan, menghancurkan sekitar 3.000 rumah, dan menewaskan lebih 200 orang. Mengapa amuk massa di Sambas bisa terjadi? Kata antropolog senior dari Universitas Indonesia, Prof Dr Parsudi Suparlan (61), “Itu ungkapan frustrasi sosial yang mendalam dan berkepanjangan yang dirasakan orang-orang Melayu atas perbuatan sewenang-wenang orang Madura sebelumnya.”

Parsudi menarik kesimpulan itu sesudah memimpin tim pakar bentukan Markas Besar Kepolisian RI membuat penelitian di tempat kerusuhan, 9-20 April 1999. Mereka meneliti di tiga wilayah kajian, yaitu Pontianak, Sambas/Singkawang, dan desa-desa kantung konflik. Tim itu beranggota pakar antropologi, sosiologi, dan psikologi: Prof Dr S Budhisantoso, Prof Dr Sardjono Jatiman SH, Prof Dr Sarlito W Sarwono, Prof Dr Syarif Ibrahim Alqadrie. Bersama mereka ada dua polisi dari Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK) Letkol (Pol) Drs Bambang Wahyono MSi dan Letkol (Pol) Drs Agus Wantoro MSi. 

Tim ini mewawancarai masyarakat Melayu, Dayak, dan Madura. Mereka mendatangi warga di desa/kecamatan seperti di Pemangkat dan Jawai (Kabupaten Sambas), bertatap muka dengan masyarakat Melayu di Keraton Sambas, dan masyarakat Melayu/Dayak di aula mes pemda setempat di Singkawang. Wawancara dengan tokoh Madura Singkawang dilakukan di hotel di Singkawang, demi keamanan bersama.
***



MENURUT Budhisantoso (62), pakar antropologi dari UI, penyebab kerusuhan adalah faktor kebudayaan dan environmental scarcity (keterbatasan sumber daya dan lingkungan). Orang Melayu yang-seperti orang Jawa dan Sunda, menghindari konflik dan lebih suka hidup damai-menghadapi tekanan lingkungan akibat pembangunan nasional yang tidak menjamin rasa adil, tak ada demokrasi berpolitik dan berbudaya. Hutan-hutan mereka diambil untuk keperluan pengusaha HPH. Mereka menghadapi masyarakat Madura yang sebagian besar mencari keuntungan materi dengan cara apa pun.

“Orang Melayu-seperti orang Dayak-mencari nafkah sekadar memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Ketika arus pendatang makin deras, orang Melayu melihat, lapangan kerja yang sebelumnya tidak diperhitungkan, ternyata membuahkan keuntungan, misalnya sektor angkutan umum. Orang Melayu bukannya kalah bersaing, tetapi dalam budayanya sudah ditanamkan untuk menghindari konflik,” katanya.

Benturan budaya yang semakin kuat membuat orang Melayu akhirnya meledak. Persoalannya, masyarakat Melayu belum menyiapkan pranata untuk memenangkan persaingan menguasai sumber daya. Yang ada  sekarang, mereka tetap merasa diri terinjak-injak dan teraniaya. Persoalannya menurut sosiolog UI Prof Dr Sardjono Jatiman (58), masyarakat pendatang memiliki kultur kekerasan. Katanya, “Untuk menyelesaikan setiap persoalan selalu dengan senjata. Mereka memiliki budaya miskin yang menghalalkan segala cara, sehingga terjadilah benturan-benturan budaya.”

Sosiolog Universitas Tanjungpura Pontianak, Prof Dr Syarif Ibrahim Alqadrie mengungkapkan, solusi jangka pendek adalah mengeluarkan untuk sementara waktu warga Madura dari kantung-kantung konflik di Kabupaten Sambas. Sesudah itu, tambah Sardjono, mereka meminta maaf kepada masyarakat Melayu (dan juga Dayak).
***

PERTIKAIAN antaretnis yang terjadi berulang kali di Kalbar, menurut Sardjono, karena masing-masing kelompok tidak belajar dari pengalaman untuk hidup bersama secara menguntungkan. “Ibaratnya, pelajar sekolah tidak naik kelas berkali-kali. Dan kalau sampai sebelas kali, itu sudah keterlaluan,” katanya.

Parsudi Suparlan melihat masyarakat pendatang tidak belajar dari diri sendiri dan dari orang lain. Tegasnya, “Kok di daerah lain orang Madura bisa akur, tetapi di Kalbar selalu bertikai. Ini disebabkan masyarakat Melayu tidak tegas menuntut.” Menurut Parsudi, masyarakat Madura menyadari kekeliruan mereka. Dalam pertemuan dengan tim pakar Mabes Polri, mereka bersedia mengoreksi warganya yang melanggar hukum. Perbuatan oleh pribadi dan individu, tidak boleh dianggap sebagai perbuatan kelompok. Kalau satu orang mencuri, satu kampung tidak kemudian “mendukung” individu yang berbuat salah, seperti yang terjadi selama ini. 
Singkatnya, kata Sardjono, aturan main harus adil. Pelanggaran hukum harus diselesaikan melalui lembaga adat dan proses penegakan hukum yang adil. Tetapi ini semua tidak terjadi di Sambas. Kasus penyerangan perkampungan Melayu di Desa Parit setia (Kecamatan Jawai) oleh masyarakat Madura pada Hari Idul Fitri 19 Januari, kata Budhisantoso, seharusnya dapat diselesaikan melalui proses hukum yang adil. Masyarakat Melayu melihat dan mengalami ketidakadilan ini bukan cuma satu-dua kali, tetapi sudah bertahun-tahun. Mereka merasa seperti dijajah. Kemarahan terungkap dalam amuk massa, karena menganggap hukum tak lagi adil. Dalam berbagai kasus, begitu ada warga pendatang ditangkap polisi, satu kampung mendatangi kantor polisi dan mengintimidasi petugas serta pihak yang melaporkan mereka. Warga melihat petugas tidak tegas karena dengan mudahnya melepaskan penjahat, preman yang meresahkan, hanya karena uang. Rasa keadilan yang tidak terpenuhi serta benturan-benturan budaya yang terjadi lebih 50 tahun lamanya di Sambas, melahirkan “pengadilan rakyat” yang membuahkan sebuah tragedi umat manusia. 

Sabtu, 30 November 2013

Anggota SCG-Joksam (Joging same-same)

Saat Senam same-same
Jogsam adalah kegiatan Dari komunitas SCG yang mana saat ini terdiri dari 30 anggota namun pada saat joging kawan2 kita lagi ada tugas dan ada kegiatan di kampus, jadi yang ikut serta dalan joksam hanya 8 orang,,, asik seru dan santai walau agak sedikit capek ketika pulangnya,,kabar gembiranya lagi kita diHunting (d ambil photo) sama seorang Photografer luar biasa ya,, mungkin ini saking tertarik nya dengan kumpulan anak muda yang selalu rame2,,, Minggu depan kita harapkan semua anggota SCG datang semua ya,,, biar lebih seru lagi... kita phot rame2... biar lebih kompak lagi.. bagi yang jauh, bisa bawa motor dan di titip... langsung saja ke tempat yang akan kita adakan senam,,,, bagi yang dari arah kota baru, mampir dulu ke rumah hendra, sedangkan yang ada di Serdam, Paris, dan sepakat, langsung ke GOR..  salam buat anak Sambas yang ada di kota pontianak,,, Semangat !! hari ni kita belajar hari esok kita siap untuk ngajarR!!







 

Jumat, 29 November 2013

Asal mula Kota SAMBAS

Jika anda berkunjung ke Sambas,sepertinya tidak lengkap kalau belum masuk ke Keraton Sambas,paling tidak melihat dihalaman keraton. seperti itulah bunyi suara-suara yang sering saya dengar. Karena di Keraton inilah banyak meninggalkan sejarah tentang sejarah dan latar belakang berdirinya Sambas. Buat yang belum pernah berkunjung ke Sambas mungkin dengan membaca artikel
ini semoga saja bisa lebih jelas sedikit tentang keberadaan kota Sambas. Kerajaan Sambas khususnya
Kesultanan Sambas adalah sebuah kerajaan yang berdiri di kota Sambas,Kalimantan Barat. Seperti apa sejarahnya ????.....Langsung saja ke sumbernya .

Kerajaan yang bernama Sambas di Pulau Borneo atau Kalimantan ini telah ada paling tidak sebelum abad ke-14 M sebagaimana yang tercantum dalam Kitab Negara Kertagama karya Prapanca. Pada masa itu Rajanya mempunyai gelaran “Nek” yaitu salah satunya bernama Nek Riuh. Setelah masa Nek Riuh, pada sekitar abad ke-15 M muncul pemerintahan Raja yang bernama Tan Unggal yang terkenal sangat kejam. Karena kekejamannya ini Raja Tan Unggal kemudian dikudeta oleh rakyat dan setelah itu selama puluhan tahun rakyat di wilayah Sungai Sambas ini tidak mau mengangkat Raja lagi.

Pada masa kekosongan pemerintahan di wilayah Sungai Sambas inilah kemudian pada awal abad ke-16 M (1530 M) datang serombongan besar Bangsawan Jawa (sekitar lebih dari 500 orang) yang diperkirakan adalah Bangsawan Majapahit yang masih hindu melarikan diri dari Pulau Jawa (Jawa bagian timur) karena ditumpas oleh pasukan Kesultanan Demak dibawah Sultan Demak ke-3 yaitu Sultan Trenggono.

Pada saat itu di pesisir dan tengah wilayah Sungai Sambas ini telah sejak ratusan tahun didiami oleh orang-orang Melayu yang telah mengalami asimilasi dengan orang-orang Dayak pesisir dimana karena saat itu wilayah ini sedang tidak ber-Raja (sepeninggal Raja Tan Unggal) maka kedatangan rombongan Bangsawan Majapahit ini berjalan mulus tanpa menimbulkan konflik. Rombongan Bangsawan Majapahit ini kemudian menetap di hulu Sungai Sambas yaitu di suatu tempat yang sekarang disebut dengan nama “Kota Lama”.

Setelah sekitar lebih dari 10 tahun menetap di “Kota Lama” dan melihat keadaan wilayah Sungai Sambas ini aman dan kondusif maka kemudian para Bangsawan Majapahit ini mendirikan sebuah Panembahan / Kerajaan hindu yang kemudian disebut dengan nama “Panembahan Sambas”. Raja Panembahan Sambas ini bergelar “Ratu” (Raja Laki-laki)dimana Raja yang pertama tidak diketahui namanya yang kemudian setelah wafat digantikan oleh anaknya yang bergelar Ratu Timbang Paseban, setelah Ratu Timbang Paseban wafat lalu digantikan oleh Adindanya yang bergelar Ratu Sapudak. Pada masa Ratu Sapudak inilah untuk pertama kalinya diadakan kerjasama perdagangan antara Panembahan Sambas ini dengan VOC yaitu pada tahun 1609 M.

Pada masa Ratu Sapudak inilah rombongan Sultan Tengah (Sultan Sarawak ke-1) bin Sultan Muhammad Hasan (Sultan Brunei ke-9) datang dari Kesultanan Sukadana ke wilayah Sungai Sambas dan kemudian menetap di wilayah Sungai Sambas ini (daerah Kembayat Sri Negara. Anak laki-laki sulung Sultan Tangah yang bernama Sulaiman kemudian dinikahkan dengan anak bungsu Ratu Sapudak yang bernama Mas Ayu Bungsu sehingga nama Sulaiman kemudian berubah menjadi Raden Sulaiman. Raden Sulaiman inilah yang kemudian setelah keruntuhan Panembahan Sambas di Kota Lama mendirikan Kerajaan baru yaitu Kesultanan Sambas dengan Raden Sulaiman menjadi Sultan Sambas pertama bergelar Sultan Muhammad Shafiuddin I yaitu pada tahun 1675 M.

Sejarah Ringkas Kesultanan Sambas
Sebelum berdirinya Kesultanan Sambas pada tahun 1675 M, di wilayah Sungai Sambas ini sebelumnya telah berdiri Kerajaan-Kerajaan yang menguasai wilayah Sungai Sambas dan sekitarnya. Berdasarkan data-data yang ada, urutan Kerajaan yang pernah berdiri di wilayah Sungai Sambas dan sekitarnya sampai dengan terbentuknya Negara Republik Indonesia adalah :
1. Kerajaan Nek Riuh sekitar abad 13 M – 14 M.
2. Kerajaan Tan Unggal sekitar abad 15 M.
3. Panembahan Sambas pada abad 16 M.
4. Kesultanan Sambas pada abad 17 M – 20 M.

Secara otentik Kerajaan Sambas telah eksis sejak abad ke 13 M yaitu sebagaimana yang tercantum dalam Kitab Negara Kertagama karya Prapanca pada masa Majapahit (1365 M). Kemungkinan besar bahwa Kerajaan Sambas saat itu Rajanya bernama Nek Riuh. Walaupun secara otentik Kerajaan Sambas tercatat sejak abad ke-13 M, namun demikian berdasarkan benda-benda arkelogis (berupa gerabah, patung dari masa hindu)yang ditemukan selama ini di wilayah sekitar Sungai Sambas menunjukkan bahwa pada sekitar abad ke-6 M atau 7 M di sekitar Sungai Sambas ini diyakini telah berdiri Kerajaan.

Hal ini ditambah lagi dengan melihat posisi wilayah Sambas yang berhampiran dengan Selat Malaka yang merupakan lalu lintas dunia sehingga diyakini bahwa pada sekitar abad ke-5 hingga 7 M di wilayah Sungai Sambas ini telah berdiri Kerajaan Sambas yaitu lebih kurang bersamaan dengan masa berdirinya Kerajaan Batu Laras di hulu Sungai Keriau yaitu sebelum berdirinya Kerajaan Tanjungpura.

Sedangkan sejarah berdirinya Kesultanan Sambas berumula di Kesultanan Brunei yaitu ketika Sultan Brunei ke-9 yaitu Sultan Muhammad Hasan wafat pada tahun 1598 M, maka kemudian putra Baginda yang sulung menggantikannya dengan gelar Sultan Abdul Jalilul Akbar. Ketika Sultan Abdul Jalilul Akbar telah memerintah puluhan tahun kemudian muncul saingan untuk menggantikan dari Adinda Sultan Abdul Jalilul Akbar yang bernama Pangeran Muda Tengah. Untuk menghindari terjadinya perebutan kekuasaan maka Baginda Sultan Abdul Jalilul Akbar membuat kebijaksanaan untuk memberikan sebagai wilayah kekuasaan Kesultanan Brunei yaitu daerah Sarawak kepada Pangeran Muda Tengah. Maka kemudian pada tahun 1629 M, Pangeran Muda Tengah menjadi Sultan di Sarawak sebagai Sultan Sarawak pertama dengan gelar Sultan Ibrahim Ali Omar Shah yang kemudian Baginda lebih populer di kenal dengan nama Sultan tengah atau Raja Tengah yaitu merujuk kepada gelaran Baginda sebelum menjadi Sultan yaitu Pangeran Muda Tengah.

Peninggalan Kesultanan Sambas
Peninggalan dari jejak Kesultanan Sambas yang masih ada hingga saat ini adalah Masjid Jami’ Kesultanan Sambas, Istana Sultan Sambas, Makam-makam Sultan Sambas dari Sultan Sambas pertama hingga Sultan Sambas ke-14 serta sebagian alat-alat kebesaran Kerajaan seperti tempat tidur Sultan terakhir, kaca hias, seperangkat alat untuk makan sirih, pakaian kebesaran Sultan, payung ubur-ubur, tombak canggah, 3 buah meriam canon di depan istana dan 2 buah meriam lele, 2 buah tempayan keramik dari negeri Tiongkok dan 2 buah kaca kristal dari Kerajaan Perancis dan Belanda. Sebagian besar barang-barang peninggalan Kesultanan Sambas lainnya telah hilang atau terjual oleh oknum tertentu, namun secara fisik jejak Kesultanan Sambas masih terlihat jelas dan terasa kuat di Sambas ini. Juga Keturunan dari Sultan-Sultan Sambas ini bertebaran di wilayah Borneo (Kalimantan) Barat ini baik di Kota Sambas, Singkawang dan Pontianak yang sebagiannya masih menggunakan gelaran Raden.


Lokasinya sendiri tepat terletak di bibir sungai Sambas, yang menjadikan pemandangan di sekitar istana ini menjadi sangat nyaman ketika ditambah dengan keasrian berbagai vegetasi yang terletak di sekitar istana tersebut. Setelah melewati sebuah gapura, para pengunjung kemudian akan disambut dengan berbagai peninggalan sejarah Kesultanan Sambas yang terletak di halaman istana, seperti tiga meriam yang seperti selalu siap untuk menjaga keberadaan istana ini. Sebelum mencapai gapura kedua, di sisi kanan para pengunjung dapat menjumpai Mesjid Jami' Sultan Syafiuddin yang kokoh hangat berdiri menyambut siapapun yang berniat untuk beribadah ke dalamnya.

Bagian dalam ruangan istana ini sendiri terbagi atas tiga bgian umum, bagian depan, bagian tengah dan bagian belakang. Dengan nuansa warna kuning khas melayu yang mendominasi di penjuru ruangan, para pengunjung dapat melihat berbagai foto, ruang kamar tempat tinggal para pengisi istana maupun bukti-bukti sejarah yang menceritakan mengenai keberadaan Kesultanan Sambas semenjak dulu. Walaupun tidak selalu berada di tempat, pengunjung dapat menemui seorang penjaga istana yang biasanya akan mau berbaik hati untuk menceritakan sekilas mengenai sejarah berdirinya istana tersebut.

Kesultanan Sambas sendiri telah berdiri cukup lama -- begitu lama hingga namanya sempat tercatat di kitab Negara Kertagama karya Prapanca. Dibangun pada 1675, Kesultanan Sambas merupakan generasi penerus dari beberapa Kerajaan Sambas yang sebelumnya telah berdiri di sisi Sungai Sambas. Pembangunannya sendiri diawali oleh pernikahan Sultan Tengah -- seorang pangeran yang berasal dari Brunei Darussalam yang kemudian masuk Islam ketika singgah di Kerajaan Matan, Tanjungpura -- dengan adik Sultan Muhammad Syafiuddin, raja Kerajaan Matan, Ratu Surya Kesuma. Sultan Tengah kemudian memboyong keluarga barunya ke kota Bangun, yang berdekatan dengan ibukota Kerajaan Sambas, kota Lama. Saat itu, Kerajaan Sambas sendiri merupakan sebuah kerajaan Hindu. Namun dengan strategi yang tepat, yaitu menikahkan putera bungsunya, Raden Sulaiman, dengan puteri Ratu Sepudak, Mas Ayu Bungsu, dari Kerajaan Sambas, perlahan-lahan kerajaan Hindu tersebut mulai berubah menjadi sebuah kesultanan Islam. Istana Alwatzikhoebillah sendiri baru mulai dibangun pada masa pemerintahan Sultan Muhammad Mulia Ibrahim Syafiuddin (1931-1943), sultan ke-15 Kesultanan Sambas.

Sejak bulan Februari 2008, pemangku Istana Alwatzikhoebillah dipercayakan kepada Pangeran Ratu M. Tarhan Winata Kesuma

Sumber :  http://www.forumkami.net

Arung Parak-Kec. Tangaran

Desa Arung Parak, sebuah desa yang terletak di Kecamatan Tangaran – Kab. Sambas, merupakan desa yang cukup beragam kondisi lingkungan alamnya. Bagian barat desa ini merupakan kawasan pantai palawija, sedangkan di bagian tengah merupakan perpaduan antara pasir dan tanah. Nama Arung Parak sendiri berasal dari kata arung yang menurut bahasa setempat (Sambas Tangaran) berarti kawasan timbunan pasir dan parak yang merupakan jenis pohon setempat yaitu pohon parak. Berdasarkan keterangan tetua masyarakat desa ini, Arung Parak berarti timbunan pasir yang ditutupi oleh daun parak. Tidak jauh dari desa ini terletak desa Tanah Hitam karena sebagian besar kawasannya merupakan wilayah pasir yang berwarna hitam.
yang mengandung pasir hitam, bagian timur merupakan tanah murni yang cocok untuk tanaman
Antara Desa Arung Parak dan Desa Tanah hitam terdapat Desa Kalimantan yang menurut penduduk setempat namanya berasal dari spesies buah manga yang terdapat hanya di desa ini yaitu buah kalimantan.
Desa Arung Parak bersama desa-desa lainnya yang tergabung dalam Kecamatan Tangaran dulunya sebelum tahun 2004 masih bergabung pada Kecamatan Teluk Keramat. Pada tahun 2004, desa-desa di kawasan yang dilalui Sungai Tangaran dan Sungai Serabek bagian utara resmi memisahkan diri dengan Kecamatan Teluk Keramat. Alasan pemisahanini adalah karena jauhnya jarak antara ibu kota kecamatan sebelumnya dengan desa-desa yang bergabung di kecamatan yang baru dibentuk tersebut. Desa yang terdekat dengan ibukota kecamatan Teluk Keramat (Kota Sekura) adalah desa Semata Biangsu yang jaraknya kurang lebih 7 km. Jarak Desa Arung Parak sendiri dengan Kota Sekura kurang lebih 28 km. Kini dengan berdirinya kecamatan baru, jarak Desa Arung Parak dengan ibu kota Kecamatan relatif (Desa Simpang Empat) cukup dekat yaitu kurang lebih 6 km.
Sebagai daerah pantai, tumbuhan pantai khususnya kelapa tumbuh subur di Desa Arung Parak. Lautnya yang tenang dan tidak terlalu dalam memungkinkan beragam spesies ikan yang layak dimakan berkembang biak dengan pesat. Namun sebagaimana daerah yang berada di dekat pantai lainnya, desa ini rawan bencana alam yang berasal dari arah laut seperti badai angin, badai gelombang, abrasi pantai bahkan tsunami.
Pada tahun 2002, terjadi tsunami kecil yang meluluh lantakkan delapan rumah penduduk yang berada di dekat pantai. Mata pencaharian utama penduduk Desa Arung Parak adalah perikanan, perkebunan dan pertanian. Sektor perikanan menjadi sektor penting bukan hanya sebagai sumber penghasilan bagi masyarakat Arung Parak tapi juga sebagai pemasok ikan bagi penduduk KecamatanTangaran dan sekitarnya. Kelapa sebagai komoditi perkebunan juga menjadikan kawasan ini penting bagi pasokan bahan baku minyak kelapa penduduk sekitarnya. Biasanya penduduk menjual hasil tangkapan ikan dan perkebunan kelapa di ibukota Kecamatan Tangaran (Desa Simpang Empat) dan ibukota Kecamatan Teluk Keramat (Kota Sekura).
Untuk menambah penghasilan yang cukup besar, beberapa penduduk terutama pemuda atau pemudi mencari penghasilan ke luar daerah bahkan luar negeri. Ada yang bekerja di perusahaan penebangan kayu (dalam istilah setempat pergi ke PT) atau bekerja sebagai TKI/TKW.
Penghasilan besar yang diterima pekerja perusahaan penebangan kayu dan TKI/TKW memancing kalangan pemuda bahkan yang masih di bawah umur untuk bekerja di bidang tersebut. Tak heran banyak yang putus sekolah di tingkat sekolah dasar dan menengah hanya untuk bekerja di bidang tersebut. Bagi mereka semata-mata mengandalkan pencaharian hanya pada sektor perikanan, perkebunan kelapa termasuk pertanian tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan mereka terutama kebutuhan sekunder dan kebutuhan tertier mereka.Lembaga dan sarana pendidikan di Arung Parak tergolong baik.
Sudah ada SD di desa tersebut dan tidak jauh dari desa itu di desa tetangga ada SMP yaitu di desa Kalimantan, Bahkan tidak lebih dari 3 km dari Arung Parak sudah ada SMK yaitu didesa Tanah Hitam. Lembaga kesehatan juga sudah didirikan di Arung Parak berupa Puskesmas Pembantu sebagai perpanjangan dari Puskesmas di ibu kota kecamatan.Sarana transportasi, penerangan dan informasi tergolong baik. Aksesibilitas ke desa ini cukup lancar baik dari arah selatan lingkar jalan Kabupaten yang melewati desa-desa dimulaidari Sekura - Simpang Empat – Pancur – Sebayung dan Semutah maupun dari arah utara jalan propinsi yaitu dari kecamatan Paloh – Desa tanah hitam - Desa Mentibar – Desa Matang Putus.
Kondisi jalan baik dari dan ke desa ini sudah baik dan diaspa, Lalu lintas di jalan utama Desa Arung Parak cukup padat karena tiap rumah tangga memiliki satu sepeda bermotor. Semua rumah penduduk tersambung dengan aliran listrik dengan PLN walaupun masih banyak menghadapi kendala seringnya mati listrik. Setiap rumah tangga memiliki minimal satu unit televisi dan satu unit telepon genggam. Khusus televisi, acara yang paling mudah ditangkap adalah siaran televisi dari negara tetangga Malaysia. Untuk menikmati siaran dari stasiun Indonesia yang lebih luas penduduk membeli parabola dan hampir setiap rumah tangga sudah memilikinya.
Penduduk asli Arung Parak adalah suku Melayu. Sebagaimana penduduk Melayu lainnya, budaya yang tepung tawar, beras kuning, pakaian teluk belanga merupakan adat-istiadat yang tidak ketinggalan dalam acara-acara sakral dan ritual keagamaan mereka yang menganut agama Islam. Namun ada satu adat kebiasaan yang sangat khas dilakukan masyarakat Arung Parak yaitu upacara mengantar aJung . Walaupun istilah aJung dipercaya berasal dari bahasa cina merujuk pada jenis perahu ala cina yaitu Jung namun pelaksanaan upacaranya kental bernuansa pengaruh agama Hindu. Secara singkat dapat dijelaskan bahwa upacara ini dilakukan sebagai rasa syukur kepada alam atas hasil panen yang mereka dapatkan. Sebagai ungkapan rasa syukur, mereka menyajikan sebagian hasil panen mereka yang telah diolah menjadi ketupat yang diantarkan ke penguasa laut dalam kendaraan berupa perahu Jung. Pada malam sebelum hari puncak upacara, seorang dukun akan menyajikan tarian ritual dengan mantera yang membuatnya menari dalam kondisike surupan. Pelaksanaan tarian ini disebut dengan istilah besiak . Budaya ngantar aJung yang dilakukan oleh masyarakat Desa Arung Parak yang merupakan penganut agama Islam adalah warisan budaya Hindu.
Orang-orang Melayu termasuk nenek moyang penduduk Arung Parak dulunya merupakan penganut agama Hindu. Bahkan kerajaan Sambas tua sebagai wilayah pemerintahan yang wilayah kekuasaanya juga meliputi kecamatan-kecamatan di Kabupaten Sambas saat ini adalah kerajaan Hindu. Siitus peninggalannya Kerajaan Sambas tua dapat ditemukan di Desa Kota Lama, yang rajanya bernama bernama Ratu Sepudak yang dipercaya berasal dari kerajaan Majapahit. Kemungkinan besar pengaruh Islam berkembang pesat di kawasan ini termasuk Desa ArungParak sejak tampuk pemerintahan Kerajaan Sambas dipegang oleh Sultan Syafiudin I (1000M s.d 1081 M).
Tradisi gotong royong dan musyawarah masih kental di Desa Arung Parak. Namun masyarakat tidak menolak pendidikan dan pembangunan. Beberapa orang dari Desa ini sudah sarjana. Masyarakat di Desa Arung Parak termasuk masyarakat yang terbuka dan ramah terhadap pendatang dari luar daerah, Tak heran jika masyarakat di sekitarnya khususnya kaum muda-mudi suka berkun Jung ke desa ini terutama untuk menikmati suasana pantai atau sekedar berkumpul beramai pada malam tertentu. Pada liburan lebaran Idul Fitri, Pantai Arung Parak tak pernah sepi dari pengun Jung atau wisatawan lokal.

Tari Raddat- tari asli sambas

Radat Koko adalah tari bela diri yang diciptakan pada tahun 1917 oleh H. Suni Bin Harun. Yang kemudian di lestarikan oleh penerusnya Bahri Bin Jarni yang kemudian mendirikan perkumpulan seni tari Raddat serupa di Desa Sekuduk kecamatan Sejangkung, Kabupaten Sambas.
Awal nya Radat Koko ini merupakan acara agar masyarakat dapat berkumpul karena pada masa
Tarian raddat
penjajahan kolonial Belanda masyarakat di larang berkumpul atau mendirikan perkumpulan. Tarian Raddat ini biasanya di iringi dengan lagu serta detakan Rebana atau masyarakat sebut ” Tahar ” yang terbuat dari kulit Sapi atau Kambing. Biasanya Raddat ini di pertunjukan ketika menyambut tamu, sementara untuk acara pernikahan sudah jarang bahkan sudah tidak pernah lagi di pertunjukan. Terakhir kali penulis melihat Raddat di pertunjukan di desanya adalah pada Tahun 2010 bertepatan dengan acara 17 Agustus. Dan lagu yang di nyanyikan untuk mengiringi tarian Raddat ini adalah lagu melayu. Lagu lama yang hanya orang – orang tua yang hapal lirik nya Salah satu lirik nya adalah :
” Lancang kuning.. Lancang kuning belayar Malam… “
sumber:  pecidasase.blogspot.com

Bubur Pedas-khas SAMBAS

Menu bubur pedas sepertinya sudah tidak asing lagi ditelinga penduduk Kalimantan Barat. Makanan khas daerah pesisir Sambas ini mengandung serat dan protein yang sangat tinggi. Terlihat dari

campurannya yang hanya terdiri dari beras yang sudah di sangrai kemudian di haluskan, berbagai macam sayur, kacang tanah, dan tetelan sebagai penambah nikmat. Bagi para pecinta sayuran menu ini sangat dianjurkan, apalagi untuk anak-anak yang dalam masa pertumbuhan. Ada yang bercerita bubur pedas ini awalnya adalah makanan khas kerajaan Sambas. Namun, saat ini bubur pedas bukanlah makanan kerajaan lagi, bubur pedas bisa dengan mudah kita temui di kedai kedai kecil. Tidak hanya didaerah Sambas, bubur pedas sudah meluas ke daerah daerah sekitar juga.

Keunikan dari makanan khas daerah ini terletak pada namanya, Bubur Pedas.Tapi jangan salah ya, bubur yang satu ini rasanya tidak pedas loh, itu hanya nama saja. Kata Pedas sendiri di ambil dari bahasa Sambas yang menunjukan bahwa bubur ini terdiri berbagai macam sayuran.
Bahan:
  • 1. 250 gram beras, cuci bersih
  • 2. 100 gram kelapa, parut
  • 3. 150 gram tetelan sapi
  • 4. 5 lonjor kacang panjang, potong-potong
  • 5. 1 ikat kangkung, potong-potong
  • 6. 2 buah wortel, potong dadu
  • 7. 50 gram ubi jalar, potong dadu
  • 8. 50 gram daun kesum, diiris tipis-tipis 9. 1000 cc airPelengkap:
  • 1. 100 gram kacang tanah, goreng
  • 2. 50 gram ikan teri, goreng
  • 3. Bawang goreng
  • 4. Kecap manis
  • 5. Jeruk limau
  • 6. Sambal
  • 7. Kerupuk
Bumbu
  • 1. 2 lembar daun salam
  • 2. 1 batang serai, memarkan
  • 3. 2 cm lengkuas, memarkan
  • 4. 3 butir bawang merah
  • 5. 1 siung bawang putih
  • 6. 1 buah cabai merah
  • 7. 1/4 sendok teh lada hitam bubuk
Cara membuat Resep Masakan Bubur Sambas:
  • 1. Sangrai beras dan kelapa parut, angkat. Tumbuk halus, sisihkan.
  • 2. Didihkan air, rebus tetelan hingga matang. Masukkan bumbu halus, daun salam, serai, lengkuas. Aduk- aduk.
  • 3. Tambahkan beras tumbuk, aduk-aduk. Aduk-aduk. Masukkan wortel, kacang panjang, kangkung, ubi jalar. Masak hingga matang, angkat.
  • 4. Hidangkan dengan taburan kacang tanah, ikan teri dan bawang goreng.
  • 5. Hidangan ini paling enak dimakan bersama kerupuk. Kecap, sambal dan jeruk limau dapat ditambahkan di mangkuk masing-masing sesuai selera

Asal mula Kec.Teluk Keramat

Sambas  — Teluk Keramat adalah nama sebuah kecamatan di Kabupaten Sambas. Kecamatan ini memiliki luas 554.53 Km2, dengan jumlah penduduk sebanyak 58.723 jiwa (1). Adapun batas wilayah kecamatan teluk keramat disebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Tengaran, di arah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Tekarang dan Kecamatan Sambas, di sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Sejangkung dan Kecamatan Sambas, dan di sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Jawai Selatan (2).

Kecamatan yang memiliki 24 desa ini secara geografis memang sebagian besar wilayahnya dikelilingi oleh sungai. Oleh karena itu , tak heran jika daerah ini juga mempunyai banyak teluk, salah satu teluknya terdapat di pinggir Sungai Serabek di Desa Sekura, yang juga merupakan lokasi pemakaman muslim warga setempat. Desa Sekura mempunyai ciri khas selain teluk, desa ini juga memiliki suatu tempat yang disebut “keramat” oleh masyarakat setempat. Dari sini lah asal mula munculnya nama “Teluk Keramat”.

Menurut kisah yang disampaikan oleh Ibu Nani Roziah (65) warga tua di Desa Sekura, dahulu kala ketika Kesultanan Sambas masih berjaya, Desa Sekura masih berupa hutan belantara di sebagian besar wilayahnya dan hanya ada sedikit orang yang tinggal di desa ini. Pada suatu hari, sepasang suami istri asal Sambas, Wan Alif dan Tan Jaliah (kakek dan nenek narasumber), merupakan salah satu pionir waktu itu, membuka lahan untuk membuat ladang di daerah yang sekarang disebut dengan nama Jalan Keramat. Di tengah penebangan hutan dan pembersihan lahan, suami istri itu menemukan satu buah guci berornamen naga meloingkar berwarna keabu-abuan, maka diambillah guci tersebut dan dibawa pulang untuk dibersihkan dan disimpan. Merasa senang mendapatkan harta tak terduga sebelumnya, merka pun menceritakan perihal guci tersebut kepada orang-orang dekat mereka. Berita tersebut menyebar dengan cepat ke desa lain, hal ini membuat banyak orang mendatangi tempat penemuan guci tersebut untuk menggali dan berharap menemukan lagi guci yang dianggap bertuah itu. Namun, usaha orang-orang tersebut sia-sia, berhentilah mereka menggali.

Pasangan Wan Alif dan Tan Jaliah pun memulai pekerjaan meladang mereka. Tak dinyana, pada saat menggali tanah untuk digemburkan, si istri kembali menemukan sebuah guci dengan ukuran yang lebih kecil. Lalu kejadian yang sama terulang lagi seminggu kemudian. Alhasil, dapatlah pasangan itu tiga buah guci berornamen naga, satu buah dengan ukuran besar dan dua buah berukuran lebih kecil. Akhirnya, sampailah berita penemuan guci bertuah tersebut ke telinga Sultan Sambas yang memerintah kala itu (tidak diketahui oleh narasumber siapa nama persis Sultan tersebut). Sultan tertarik untuk memiliki guci yang dianggap bertuah itu, maka datanglah sultan bersama para pengawalnya ke Desa Sekura.

Sultan melihat dan meminta sendiri ketiga guci tersebut kepada pasangan suami istri tadi, merasa terhormat didatangi Sultan, Wan Alif dan Tan Jaliah pun mengiyakan keinginan Sultan. Dikisahkan, kekeramatan tempat ditemukannya guci bukanlah dimulai pada rentang waktu penemuan guci sampai permintaan Sultan. Tempat itu mulai disebut “keramat” beberapa waktu setelahnya, tak diketahui apa yang menyebabkan tempat tersebut dikeramatkan. Dilihat secara kasat mata, keramat hanyalah berbentuk gundukan tanah yang dipagari sekelilingnya menyerupai sebuah makam. Sejak saat itu banyak
warga yang merasa takut melintasi tempat tersebut dengan berbagi alasan, padahal belum pernah ada kejadian mistis atau kecelakaan di sekitar keramat tersebut.

Tidak diketahui secara pasti siapa yang memulai penyebutan Teluk Keramat ini, juga tidak ada catatan atau arsip resmi mengenai penetapan nama tersebut. Akan tetapi, sejak berdiri menjadi sebuah kecamatan pada tahun 1952, kecamatan ini sudah disebut Kecamatan Teluk Keramat, dengan pusat pemerintahan kecamatan pada waktu itu sebuah dususn yang juga bernama Teluk Keramat, namun karena satu dan lain hal ibukota kecamatan kemudian dipindahkan ke Desa Sekura.

Seiring berjalannya waktu, daerah di mana keramat berada sudah tidak menjadi tempat menakutkan seperti dulu. Kini masyarakat telah banyak menyadap karet di dekat keramat itu, bahkan kini sudah ada gang baru yang mengarah ke keramat, yaitu Gang Permai. Tak ada yang perlu ditakutkan dan tak ada yang perlu dikeramatkan, karena keramat hanyalah gundukan tanah tempat penggalian guci yang dianggap bertuah oleh masyarakat terdahulu. Namun tak dapat dipungkiri bahwa keberadaan keramat merupakan salah satu kekayaan sejarah Desa Sekura yang layak untuk diketahui oleh generasi muda Desa Sekura khususnya dan masyarakt Kabupaten Sambas pada umumnya.

Sumber:
(1) www.sambas.go.id. Jumlah Penduduk Kabupaten Sambas
(2) id.m.wikipedia.org/wiki/Teluk_Keramat_Sambas

Rabu, 27 November 2013

Perbatasan, Rumah Kurang layak untuk Guru SD

Gambar Ilustrasi
Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Sambas, Jusmadi mengatakan memang saat ini rumah dinas bagi para guru di perbatasan dan daerah terpencil memang ada yang rusak dan belum mencukupi kebutuhan para guru.
"Guru-guru di perbatasan dan terpencil masih kesulitan untuk mendapatkan rumah dinas, dan mereka ada yang menumpang di kecamatan, sekolah dan rumah penduduk setempat. Namun saat ini sudah ada beberapa asrama guru yang dibangun pemerintah pusat baik di Paloh maupun di Sajingan Besar," ujar Jusmadi kepada Tribunpontianak.co.id, Senin (25/11/2013).
Menurutnya asrama guru saat ini yang dibangun memang belum sepenuhnya dapat mengakomodir semua guru. "Memang unitnya masih banyak yang kurang, tapi bersyukur mulai ada perhatian bagi guru perbatasan dan daerah terpencil karena sudah mulai dibangunnya asrama guru," katanya.
"Memang idealnya setiap sekolah di perbatasan dan daerah terpencil dilengkapi dengan rumah dinas yang mencukupi, kita usahakan setiap tahunnya dengan mengusulkan ke pemerintah pusat agar ada penambahan rumah dinas guru di kawasan perbatasan dan terpencil," ujarnya.
Dia mengatakan kalau untuk rumah dinas di luar kawasan perbatasan dan terpencil, memang banyak rusak dan ditinggali guru karena banyak guru yang sudah memiliki rumah sendiri. (sumber Tribun)

Jalan Galing Rusak, Wajar Masyarakat Marah

Jalan Galing Rusak, Wajar Masyarakat Marah
Aksi mahasiswa galing. kab. Sambas
Mahasiswa dan masyarakat Galing melakukan protes aksi rusaknya jalan Galing, Sambas, Sabtu (23/11/2013). aksi mahasiswa ini adalah sikap ketidak adilan pemerintah dalam sistem pembangunan dan sumber ini saya kutip dari: Tribun

Senin, 25 November 2013

Temajok, Tidak lagi bergelap

Paloh – Kabar gembira diterima masyarakat Temajuk. Dimana mereka tidak lagi menikmati malam hari dengan mengandalkan pelita karena sudah memiliki aliran listrik.Dengan masuknya aliran listrik maka memudahkan masyarakat dalam menjalankan aktivitas sehari-hari, terutama pada malam hari. masyarakat dapat menikmati aliran listrik ini setelah PT PLN (Persero) Area Singkawang mengoperasikan mesin Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) di daerah tersebut.
“Pengoperasian PLTS dengan kapasitas daya 80 kWp dimulai hari ini (kemarin, red),” kata Arief Kuncoro, Manager PT PLN (Persero) Area Singkawang, Rabu (20/11).
Menurut Arief PLTS yang dioperasikan ini sanggup melayani kebutuhan listrik 140 pelanggan di Temajuk. “Untuk tahap awal akan dipasangkan ke beberapa rumah dulu,” kata dia, sembari menyebutkan jika dirinya masih berada di Temajuk. Arief langsung meninjau PLTS di Temajuk tersebut, karena untuk kawasan Kabupaten Sambas dan Bengkayang masih daerah tugas PLN Area Singkawang. (mse)
pontianakpost.com

Anggota SCG

*klik nama di bawah ini untuk mengenali secara rinci Anggota SAMBAS CITY GROUP*
  1. Hendra / STAIN Pontianak
  2. Nurhida Rahma
  3. Devi / STAIN Pontianak
  4. Yanto / UNTAN Pontianak
  5. Serli / UNTAN Pontianak
  6. Lily Yunita / UNTAN Pontianak
  7. Sahdan / UNTAN Pontianak
  8. Bayu Samiyadi / STKIP Pontianak
  9. Wimpi Andika / UNTAN Pontianak
  10. Rahmi salini 
  11. Milda Putri Khalba
  12. Narila
  13. Nurmi
  14. Fitriani
  15. Shinta
  16. Nesvi wani Juniarni
  17. Aisyah
  18. Lina
  19. Alma Alayinda
  20. Erin Kurniati
  21. Naziah
  22. M. Dazulli/UNATAN Pontianak

Minggu, 24 November 2013

Tampat Wisata di Sambas

Keraton Sambas
Istana Sambas yang ada sekarang, dibangun oleh Sultan Muhammad Mulia Ibrahim tahun 1933, ditempati 6 juli 1935. Biaya pembangunan Istana sambas sebesar 65. Golden, dari bantuan kredit Sultan Kutai.Pembangunan dilaksanakan pemborong Tjin Nyuk dari Pontianak.Dengan luas bangunan berukuran panjang 9,50 meter dan berukuran lebar 8,05 meter.
Ditepian Muara Ulakan simpang tiga pertemuanSungai Sambas kecil, Sungai Subah, Sungai Teberau, sekarang di Desa Dalam Kaum, Kecamatan sambas sejak dahulu telahberdiri Istana Kesultanan Sambas (1632) didirikan oleh Raden Bima gelar Sultan Muhammad Tajuddin, Sultan Sambas ke-2. Dipinggir sungai, terdapat sebuah tangga jembatan biasa disebut dengan seteher, tempat singgahan sampan atau perahu dan kendaraan air yang banyak di sungai Sambas.
Naik ke daratan di pinggir sungai, terdapat jalan masuk ke halaman Istana. Sebelum masuk kita akan melalui sebuah gerbang pintu masuk ke halaman Istana yang dinamakan gerbang Segi Delapan. Pintu masuk gerbang bersegi delapan yang jauhnya dari pinggir sungai lebih kurang 30 meter. Gerbang bersegi delapan bertingkat dua itu dahulu digunakan untuk :
Bagian bawah tempat penjaga dan tempat istirahat rakyat yang berkunjung ke istana sebelum  memasuku halaman istana.Bagian atas untuk tmpat mengatur penjagaan dan apabila ada keramaian dipergunakan untuk menabuh gamelan dan alat-alat kesenian. Arti dari segi delapan adalah delapan penjuru mata angin, dan sebagai mengenang jasa pendiri keraton yang ada sekarang adalah Sultan, Sultan Muhammad Syafiuddin II. Atap bangunan segiempat sebagai simbul bagi Sultan mengikuti sifat Rasullulah yakni : Siddiq (benar), Amanah (keprcayaan), Tabligh (menyampaikan) dan Pathonah (sempurna). Setelahmelalui pintu grbang pertama, ditemukan sebuah tiang bendera di tengah halaman, untuk menaikan bendera kesultanan yang berwarna kuning emas setiap hari besar pada zaman dulu.
Tiang yang bertopang empat yang berarti Sultan diabntu oleh empat orang pembantu yang disebut wazir. Dibawah tiang bendera terdapat 3 buah meriam kuno hadiah dari tentara Inggris tahun 1813 menghargai kepahlawanan putera Pangeran Anom melawan inggris. Salah satu disebut Si Gantar Alam. Disisnilah seorang pejuang bernama Thabrani Akhmad telah gugur ditembus peluru penjajah Belanda karena membela mempertahankan bendera merah putih.
Dan diabadikan dengan monumen baru ” Di tempat ini tanggal 27 Oktober 1945 telah gugur seorang pejuang kemerdekaan disaat akanmengibarkan bendera merah putih”. Disamping kiri masuk, tidak jauh dari tiang bendera terdapat pohon kayu putih, untuk mengenang peristiwa selesai perang Sungkung pada tahun 1883. Ditanam atas perintah sultan dan Pangima Daud dan Panglima Bakar.
Danau Sebedang
Danau Sebedang merupakan salah satu obyek wisata alam andalan Kabupaten Sambas dan Provinsi Kalimantan Barat. Kawasan yang menjadi pintu gerbang masuk ke Kabupaten Sambas ini ramai dikunjungi para wisatawan pada hari Minggu dan hari-hari libur lainnya. Sebagian pengunjung yang datang tidak hanya berniat menikmati kepermaian alamnya, tetapi ada juga yang menyalurkan hobi memancingnya, karena danau ini merupakan rumah bagi banyak ikan. Konon, danau yang menjadi sumber air bersih bagi penduduk beberapa kecamatan di Sambas dan juga menyimpan berbagai kekayaan ekosistem ini, dahulunya merupakan salah satu tempat istirahat favorit bagi para sultan Sambas beserta keluarga mereka.
Luas danaunya yang mencapai sekitar satu kilometer persegi, dikelilingi oleh perbukitan yang memiliki ketinggian sekitar 400 meter di atas permukaan laut (dpl), dan pemandangan alamnya yang rancak dengan latar hutan tropis yang hijau dan lebat, menjadikan kawasan ini tepat sekali dipilih sebagai salah satu tujuan rekreasi yang menyenangkan bersama keluarga atau kolega.

Pengunjung dapat menikmati keindahan panorama alamnya dengan cara berjalan kaki mengelilingi danau, atau sambil minum-minum di kantin-kantin yang menghadap ke danau. Selain itu, keelokkan danau ini juga dapat dicerap pengunjung dengan bersantai di shelter-shelter yang tersedia, atau sambil duduk lesehan di atas tikar yang disewakan. Bila bosan, pengunjung dapat mengelilingi danau dengan menyewa perahu.

Pada sore hari, eksotisme kawasan Danau Sebedang kian tampak dan kian terasa. Bagi pengunjung yang mendatangi danau pada malam hari tidak perlu khawatir akan kesepian. Karena semakin malam, semakin banyak pengunjung yang datang. Dan, suasananya bertambah semarak dan hidup dengan iringan suara musik keras yang berasal dari kafe-kafe di kawasan tersebut. Danau Sebedang terletak di Desa Sebedang, Kecamatan Sambas, Kabupaten Sambas, Provinsi Kalimantan Barat, Indonesia.

Kabupaten Sambas berjarak sekitar 202 kilometer dari Kota Pontianak, ibu kota Provinsi Kalimantan Barat. Dari Pontianak menuju Sambas, pengunjung dapat naik taksi, bus travel, bus, atau kendaraan pribadi.
Sedangkan dari pusat Kota Sambas, objek wisata Danau Sebedang berjarak sekitar 18 kilometer. Jalan menuju Danau Sebedang telah beraspal dengan halus dan dapat diakses dengan menggunakan bus atau kendaraan pribadi.

Pengunjung tidak akan kelaparan jika berada di lokasi Danau Sebedang, karena di kawasan ini terdapat warung makan, kantin, dan kafe yang menyediakan berbagai menu makanan dan minuman.
Bagi pengunjung yang kemalaman dapat menginap di losmen-losmen yang banyak terdapat di kawasan sekitar danau. Areal camping ground yang luas dan aman dapat digunakan pengunjung yang berhasrat menikmati suasana kawasan ini pada malam hari. Di sini, juga tersedia persewaan tenda dan tikar, sehingga pengunjung tidak perlu repot-repot membawa perlengkapan berkemah.
Selain itu, di kawasan ini juga terdapat pusat informasi pariwisata, sentra oleh-oleh dan cinderamata, shelter-shelter, areal parkir yang luas dan aman, persewaan perahu untuk mengelilingi danau, losmen-losmen, kios yang menyediakan perlengkapan untuk memancing, kios wartel, voucher isi ulang pulsa, dan toilet.
Pantai Tanah Hitam
Tanah Hitam merupakan salah satu desa yang terdapat di kecamatan Paloh, Kabupaten Sambas. Ia merupakan desa yang tidak jauh dari pesisir pantai. Kecamatan Paloh ini merupakan kecamatan pantai yang berada di Kabupaten Sambas dan terletak di wilayah perbatasan dengan Negara Malaysia Timur (Serawak) dengan luas wilayah ± 1.697,30 H.

Untuk desa Tanah Hitam ini bisa di capai menggunakan kendaraan bermotor seperti sepeda motor maupun mobil. Akses jalan beraspal juga sudah tersedia untuk menjangkau desa ini. Jika perjalanan dari Pasar Sekura menuju Desa Tanah Hitam ini sekitar satu jam. Desa Tanah Hitam yang terletak dekat pesisir pantai ini ketika berada di jalan akan terdengar suara deburan ombak yang menyatu mesra dengan rintihan dedunan kelapa yang berbaris rapi menghias di sepanjang jalan. Untuk di desa Tanah Hitam ini mayoritas di huni oleh kaum tionghoa dimana terdapat juga Pasar Tanah Hitam yang menjadi tempat perekonomian masyarakat sana. Selain itu padi dan kelapa yang merupakan komoditi masyarakat sana, kacang kedelai juga menjadi komoditi handalan, kacang kedelai ini biasanya di tanam setelah musim panen padi selesai.
Selain sebagai penghasil komoditi kelapa serta kacang kedelai, desa Tanah Hitam ini menyajikan pemandangan pantai nya yang juga tidak kalah menarik. Sebut saja pantai Lestari dan Pantai Tanjung Harapan. Kedua pantai ini berada di satu lokasi namun di bedakan oleh arah nya saja, sebagai contoh untuk pantai Lestari ini arah nya ke arah Paloh sementara pantai Tanjung Harapan ini arah nya ke arah Simpang atau berlawanan arah dengan pantai Lestari. Dan untuk memasuki pantai Lestari ini terdapat gerbang dan pasirnya menuju pantai Lestari ini bewarna putih dan sepanjang jalan ini di hiasi oleh pohon cemara. Sementara untuk menuju pantai Tanjung Harapan ini di sepanjang jalan nya melewati pepohonan kelapa yang menjulang tinggi dan melewati beberapa pohon dengan ukuran nya yang besar.
Pada hari raya idul fitri maupun idul adha yaitu pada hari kedua atau ketiga biasanya banyak yang mengunjungi pantai Tanah Hitam, karena saat itu di adakan musik untuk menghibur rakyat, biasanya musik yang disuguhkan adalah musik dangdut dengan menghadirkan penyanyi - penyanyi dangdut asal kota Jakarta, sebut saja yang pernah hadir, Trio Macan, Nita Talia, artis KDI yang saya juga tidak tau siapa namanya, pokok nya banyak dah, kalo yang penikmat musik dangdut mungkin tau nama mereka, tapi saya kurang sreg aja dengan genre musik seperti itu (Selera Masing - Masing ).

Selain di datang kan nya artis - artis ibu kota Jakarta di setiap hari raya Idul Fitri maupun Idul Adha ini, ada perayaan unik lain nya di desa Tanah Hitam ini, bukan di Desa Tanah Hitam saja sih sebenarnya, melainkan di desa Arung Parak juga perayaan ini juga ada. Perayaan itu adalah " Antar Ajong ". Antar Ajong ini adalah suatu adat istiadat masyarakat sana yaitu upacara ritual adat untuk menanam padi yang dilaksanakan setiap tahun pada masa bercocok tanam. Masyarakat setempat mempercayai, aktivitas tersebut dapat membuat tanaman padinya terhindar dari serangan hama dan penyakit. Sehingga demikian, hasil panen berlimpah untuk kemakmuran masyarakat sekampung. Sementara waktu pelaksanaan Antar Ajong ini biasanya setiap pertenggahan tahun, sekitar Juni atau Juli.
Biasanya sebelum di adakan ritual Antar Ajong ini, malam nya sebelum hari H, di adakan juga ritual - ritual lain nya yang entah apa namanya, biasanya pembacaan doa - doa dan persiapan untuk besok nya. Untuk ukuran badan perahu biasanya bervariasi dengan lebar 20 cm - 40 cm dan panjang 1,5 m - 4 m. Kain yang dibuat sebagai layarnya sering tampil dalam berbagai warna tapi lebih didominasi oleh warna putih dan kuning. Badan perahu diberi warna cat bebas dengan variasi gambar ukiran khas sambas.
Nah pada saat acara pelepasan, beberapa orang yang di tunjuk memegang perahu tersebut dan membawanya ke laut dan menghanyutkan nya. Ritual adat ini berlansung setiap satu tahun sekali. Biasanya ritual adat ini banyak menarik pengunjung dari berbagai tempat dan Antar Ajong ini merupakan ajang menarik perhatian wisatawan untuk berkunjung ke kabupaten Sambas.
Mungkin ada yang tertarik untuk menyaksikan ritual adat ini bisa datang ke Sambas, kecamatan paloh pada khususnya. Dan hanya bisa melalui kendaraan darat bukan udara.


Pantai Tanjung Kemuning
Pantai Tanjung Kemuning merupakan objek wisata yang terletak di kecamatan Paloh, Kabupaten Sambas. Pantai ini berhadapan dengan Laut Natuna. Panjang pantai ini lebih kurang 18 kilometer.Yang menarik dari keadaan di pantai ini adalah masyarakat desa bahu-membahu menangkar penyu.
Setiap malam penyu kepantai untuk bertelur, di saat itulah masyarakat mengambil telur untuk dimasukkan ke penangkaran. Hal ini dilakukan agar penyu-penyu tidak musnah akibat para pemburu telur penyu.

Air Terjun Riam Caggat
Selain memiliki pantai yang memesona, Kabupaten Sambas juga memiliki air terjun alami yang indah. Salah satunya Air Terjun Riam Caggat di Desa Batang Air, Kecamatan Sajingan Besar. Sayangnya, objek wisata tersebut tidak tergarap dengan baik dan maksimal.
Air Terjun Riam Caggat memiliki ketinggian kurang-lebih 67 meter ini berjarak 85 kilometer (km) dari ibu kota Kabupaten Sambas. Butuh kurang lebih dua jam perjalanan menggunakan kendaraan roda empat untuk bisa sampai ke Desa Batang Air. Selanjutnya, perjalanan masih harus melewati hutan sekitar satu jam.
“Begitu akan sampai, terdengar suara gemercik air terjun dan uap air yang sejuk di sekitar hutan lokasi air terjun,” kata Suminggan, salah satu warga Kecamatan Sajingan kepada Rakyat Kalbar, Minggu (9/12).

Diungkapkan Suminggan, hal yang paling menarik dari Air Terjun Riam Caggat ialah derasnya air terjun dan hamparan batu-batu besar serta hutan yang masih sangat alami. “Sebetulnya objek wisata ini sangat potensial bila dikelola dengan baik, namun hal itu belum dilakukan. Padahal, jika dikelola akan ramai pengunjung datang ke lokasi air terjun ini, terutama infrastruktur,” kata tokoh pemuda Kecamatan Sajingan Besar ini.

Suminggan menambahkan, selain memiliki Air Terjun Riam Caggat, Kecamatan Sajingan juga memiliki Air Terjun Riam Merasap dan Gua Alam Santok. “Guna menambah koleksi wisata di Kabupaten Sambas, diharapkan ada perhatian pemerintah terhadap objek wisata yang berbatasan dengan negara Malaysia, baik dari pemerintah daerah, provinsi maupun pusat, karena objek wisata ini masih sangat alami,” jelasnya.
 
Panorama Gua Alam Santok
Terletak kurang lebih dari Kab. Sambas di Kecamatan Sajingan Besar. Terdapat Patung Bunda Maria yang dulunya digunakan untuk tempat meditasi dan sembahyang. Tempat tersebut masih dianggap tempat yang sacral (suci) oleh masyarakat local di samping pemandangannya indah da menarik.
Wisata ini Terletak ± 85 Km dari pusat Kota Sambas, goa alam Santok berada di Kecamatan Sajingan Besar. Untuk sampai ke tempat tujuan kita menempuh waktu perjalanan lamanya sekitar 3 jam,. Di dalam waktu perjalanan kita bisa menikmati pemandangan yang indah, dan melihat kehidupan sehari-hari masyarakat Sajingan Besar. Di dalam goa alam santok ini terdapat Patung Bunda Maria yang dulunya digunakan untuk tempat meditasi dan sembahyang masih dianggap tempat yang sacral (suci) oleh masyarakat local disamping pemandangannya indah dan menarik goa alam santok ini memilik beberapa keindahan lainnya bisa di rasakan oleh pengunjung sendiri.
Pantai Selimpai
Salah satu tujuan wisata terletak di desa Sebubus Kec. Paloh. Lebih kurang 7 km dari ibukota kecamatan, merupakan pantai yang indah dan menarik yang mempunyai pasir putih, kita juga dapat menikmati melihat matahari terbenam.
Pasir putih yang landai dan pohon pinus yang tinggi menjulang menjadi daya tarik bagi wisatawan untuk berkunjung ke Pantai Selimpai, Paloh.
* Indahnya Hamparan Pantai Selimpai, Enaknya Telur Penyu Rebus Pinusnya berjejer rapi. Kesan hijau semakin terasa oleh rumput yang menghampar setinggi mata kaki di lahan berpasir. Meski mentari persis di atas kepala, suasananya tetap sejuk. Sesekali ombak terdengar memecah pantai dan berpadu dengan kicauan burung yang bersahutan, menambah kedamaian suasana. BEGITULAH potret Pantai Selimpai, Paloh, Kabupaten Sambas. Pasirnya yang bersih tak kalah dengan Pantai Kuta, Bali. Bila di Provinsi pulau dewata yang bersebelahan dengan Jawa tersebut di sepanjang pantainya berjejer bangunan vila, hotel dan restoran, justru di Selimpai kealamian sangat terasa. Seperti sebuah pulau, Selimpai terpisah dengan daratan Kabupaten Sambas. Sisi selatannya hingga ke bagian barat berbatasan dengan laut Natuna, sedangkan di sisi utaranya membentang ke timur dikepung oleh Sungai Merabau. Makanya setiap mereka yang mampir ke sini, akan menjumpai aneka pemandangan; ada hutan pinus, pantai, laut dan sungai. Dari kejauhan terlihat Tanjung Datuk, yang merupakan kawasan berbatasan Malaysia.
Bentuk pulau Selimpai memanjang. Antara sisi di bibir sungai dan garis laut hanya selebar lapangan bola. Bila kita berdiri di sebelah sungai, akan terlihat ombak Laut Natuna yang saling berkejaran. Hembusan anginnya sedang. Paling kencang tinggi ombak mencapai tiga sampai empat meter.
Keberadaan hutan Pinus di lahan selimpai membuat suasana di pulau mini ini berbeda dengan pantai lainnya di Kabupaten Sambas. Pohon berkayu yang menjulang tinggi tersebut berjejer rapi seakan ada yang sengaja menatanya sedemikian rupa. “Ini semua tumbuh alami,” cerita penjaga pantai.
Selain alami, yang menjadi daya tarik tersendiri bagi Selimpai adalah, menjadi tempat persinggahan penyu. Setelah bertamasya keliling dari pulau ke pulau, benua ke benua, dalam setahun sekurangnya lima kali satwa langka dilindungi ini mampir ke pulau orang bunian tersebut untuk bertelur.
Berdasarkan catatan Satgas Pantai Selimpai –dari kelompok sadar wisata (pokdarwis) Paloh, ada empat jenis penyu yang mampir ke pantai ini. Diantaranya adalah penyu hijau, penyu sisik, penyu lekang. Sedangkan penyu belimbing hanya sesekali singgah. Saat ini di dunia terdapat tujuh jenis penyu, enam diantaranya ada di Indonesaia. Yaitu; penyu sisik (Eretmochelys imbricate), penyu lekang (Lepidochelys olivaceae), penyu belimbing (Dermocelys coriaceae), penyu hijau(Chelonia mydas), penyu tempayan (Caretta carretta), dan penyu pipih (Natator depresus). Untuk penyu dari jenis Lepidochelys kempi hidup di laut atlantik, khususnya pantai Amerika dan Meksiko.
Diantara jenis penyu yang singgah ke Selimpai tersebut, penyu sisik yang paling banyak telurnya. Setiap kali naik ke pantai, telur yang dikeluarkan yaitu sebanyak 65-125 butir. Sedangkan yang lainnya hanya kisaran puluhan butir. Bahkan yang sedikit telurnya adalah penyu hijau, maksimal cuma sembilan. “Tapi, telurnya (penyu hijau) besar seperti telur bebek,” ujar Trino Junaidi, Ketua Satgas Pantai Pokdarwis Paloh, saat berbincang dengan koran ini di Selimpai, pekan lalu.
Hewan yang masuk dalam kategori satwa langka ini, naik ke pantai untuk bertelur pada malam hari. Karenanya kalau pengunjung tidak bermalam di Selimpai, jangan mengimpikan untuk bertemu dengan penyu. Makanya agar pengunjung dapat melihat penyu, pokdarwis berinisiatif membangun tempat penangkaran di Selimpai. Sehingga demikian, setiap tamu yang datang bisa menyaksikan mana yang namanya tukik (anak penyu), penyu hijau, sisik, dan lekang.

Wartawan Koran ini pernah melakukan perjalanan pada malam hari menelusuri Pantai Selimpai. Perjalanan dilakukan dimulai dari Selat Mutusan hingga Tanjung Kemuning. Sepanjang perjalanan memang terlihat sejumlah penyu yang cukup besar naik ke pantai untuk bertelur. Diameter cangkang (penutup badan) hingga lebih satu meter panjangnya. Setelah bertelur yang biasanya mencapai 100 butir, penyu-penyu itu kembali ke laut. Menjadi pengalaman yang tak terlupakan melihat penyu-penyu raksasa itu naik ke pantai dan bertelur.(mur)
PANTAI SELIMPAI
>>  Alamat/Lokasi: Desa Sebubus, Kecamatan Paloh
>> Luas : 200 ha
>> Status Kepemilikan : Tanah Negara
>> Nama Pengelola: Balai KSDA
>> Jarak dari Pusat Kota/Waktu Tempuh : 7 km dari ibukota Kecamatan Paloh atau 80 km dari pusat Ibukota Kabupaten Sambas
>> Kondisi Jalan Menuju Obyek Wisata : Jalan aspal sampai di Dusun Setinggak kemudian menggunakan kapal motor ke Pantai Selimpai
>> Transportasi yang Dapat Digunakan /Biaya : Menggunakan kendaraan roda 2 atau 4 hingga di Dusun Setinggak, kemudian menyeberangi Sungai Paloh menggunakan kapal motor selama 20 menit menuju ke Pantai Selimpai.
Pantai Jawai 
Jawai selatan merupakan suatu daerah di Kabupaten Sambas yang merupakan sebuah Kecamatan baru yang dahulunya masih satu kecamatan dengan Jawai. Jarak tempuh menuju Kecamatan Jawai selatan sekitar 40 Km dari Ibu Kota Kabupaten Sambas. Di kecamatan Jawai Selatan Inilah dimana obyek wisata khususnya Pada Desa Jawai Laut,dengan Jarak tempuh dari Kecamatan Sekitar 2Km.

Pantai Jawai mempunyai sebuah nama julukan Putri Serayi adalah nama yang diberikan bedasarkan cerita rakyat desa tersebut. Di pantai Jawai ini juga Lahan Perikanan bagi penduduk setempat yang bermata pencharian sebagai Nelayan. tidak Hanya lahan perikanan di Pantai jawai selatan juga terdapat perkebunan kelapa Milik rakyat waw sungguh lengkap keindahan rasanya bakar ikan sambil menikmati kelapa muda .

Setiap wisatawan/i yang berkunjung ke pantai jawai ini selalu memberikan cerita keindahan yang tersendiri,mulai dari hamparan pasir putih bebatuan yang indah dilengkapi dengan bukit di pinggiran pantai tempat dimana untuk beristirahat sambil menikmati keindahan pantai dan dilengkapi dengan tiupan angin pantai yang mampu menghipnotis kita untuk tetap santai.

Masih banyak lagi keindahan di pantai jawai selatan yang tidak dapat di tuangkan dalam tulisan ini,,hanya bukti nyata dari anda yang telah menyaksikan dan merasakan kebenaran setelah mengunjungi pantai jawai.

Pantai Polaria
Pantai Polaria adalah salah satu objek wisata terletak di desa Sungai Rusa Kec. Selakau lebih kurang 64 km jauhnya dari ibukota Sambas, merupakan sebuah pantai dengan bebatuan dimana-mana dapt dicapai dengan sepeda motor.
Pantai Polaria terletak di Kec. Selakau, tepatnya di Desa Sungai Rusa, sekitar 65 km selatan Kota Sambas atau sekitar 20 km utara Kota Singkawang. Pantai ini merupakan salah satu objek wisata andalan di Kec. Selakau.Di pantai ini banyak terdapat bebatuan yang terhampar dan pohon2 kelapa yang menjadikan udara sekitar pantai ini begitu segar.

Pantai Temajuk
Untuk postingan kali ini, ane ingin berbagi keindahan – keindahan Objek wisata yang terdapat di Kabupaten Sambas terutama Pantai Temajuk, yang mana berlokasi di Kecamatan Paloh.
Desa Temajuk adalah sebuah desa yang terdapat di Kecamatan Paloh yang mana menurut situs resmi ” Humas PDE & Sandi Setda Kabupaten Sambas ” ini menyatakan bahwa Kecamatan Paloh merupakan kecamatan pantai yang berada di wilayah Kabupaten Sambas dan terletak di wilayah perbatasan dengan Negara Malaysia Timur (Serawak) dengan luas wilayah ± 1.697,30 Ha, dengan batas sebagai berikut :


* Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Laut Cina Selatan
* Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Galing
* Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Sajingan Besar & Serawak
* Sebelah Barat berbatasan dengan Laut Natuna

Sebelum Memasuki Pantai Temajuk, Pengunjung sebelum nya akan mmemasuki Pintu Gerbang yang bewarna putih yang mana pintu gerbang tersebut adalah pertanda bahwa pengunjung akan memasuki Pantai Temajuk.

Pantai Temajuk Sekitar 120 kilometer dari Kota Sambas, yang mana kawasan pesisir ini langsung berbatasan dengan Laut Natuna dan Malaysia Timur.
Pantai Temajuk yang terdapat di Desa Temajuk ini memiliki beberapa keindahan Alam yang sangat menarik untuk di kunjungi oleh wisatawan, Keunikan dan Keindahan nya sangat memukau bagi yang mengunjungi pantai ini.

Keunikan Dari pantai ini, adalah ketika Air Laut surut menyisakan hamparan pasir yang sangat luas dengan lebar sekitar 100-150 meter. Namun ketika memasuki bulan Oktober – Februari tiupan angin cukup kencang dan tinggi gelombang di pantai ini bisa mencapai 2 meter bahkan lebih. Inilah saat yang tepat untuk melakukan olahraga sky diving atau berselancar bagi mereka yang gemar dan mahir akan olahraga tersebut.
Bila pengunjung menginginkan suasana pantai yang berbeda, Di ujung utara bagian pantai ini terdapat pantai dengan gugusan batu dengan berbagai ukuran yang membentuk formasi yang indah. Beberapa diantaranya memiliki keunikan pada bentuknya dengan ukuran yang cukup besar. Ditambah lagi air pantai yang jernih di antara bebatuan. Cocok untuk berenang, sementara kaki aman memijak lantai pantai yang berpasir sehingga termasuk kategori obyek wisata bawah air dan pantai pasir putih.

Selain Kaya dengan Keindahan pantai nya, Pantai Temajuk juga kaya akan penyu – penyu yang bertelur di pesisir pantai ini. Penyu – penyu ini tidak hanya terdapat di Pantai Temajuk akan tetapi terdapat juga di Pulau Selimpai.

Di Desa Temajuk para Pengunjung juga bisa kiranya mengunjungi sebuah dermaga, yaitu Dermaga Temajuk, Yang mana Dermaga ini sangat Panjang yang Menjorok Ke Laut.
Pantai Temajuk yang banyak Menyimpan keindahan alam nya, bisa menjadi alternatif bagi pembaca untuk mengunjungi tempat – tempat yang indah yang mana tersedia di dalam negeri kita yang tercinta ini. Selain pantai dan bebatuan nya yang membentuk berbagai formasi, spesies penyu juga dapat di lihat disini.

Air Terjun Gunung Selindung

Air Terjun Gunung Selindung merupakan wisata alam dengan topografi alam gunung yang terjal dan mendaki. Surga bagi yang hobby tracking jungle. Selain menawarkan keindahan panorama alam pegunungan yang lengkap dengan petualangannya, obyek wisata ini terdapat sebuah pos penjagaan yang berupa meja terbuat dari batu besar, peninggalan zaman penjajahan Belanda yang dikenal sebutan “Titik Basis A”. Dari pos penjagaan ini pengunjung dapat menyaksikan panorama indah Kota Pemangkat dengan aliran sungainya dari puncak gunung.


Objek ini terletak di Dusun Air Terjun, Desa Parit Baru berjarak kira- kira ±4km Kecamatan Salatiga ± 44 km dari ibukota kabupaten. Untuk mencapai obyek wisata ini bisa dengan menggunakan kendaraan roda dua dan roda empat dengan jarak tempuh ± 4 km dari Kantor Desa Parit Baru. Kemudian dilanjutkan dengan menyusuri jalan setapak sepanjang ± 200 m untuk mencapai kaki gunung. Untuk mencapai ke air terjun dibutuhkan jarak tempuh ± 400 m dari kaki bukit hanya dengan berjalan kaki.

Pantai Tanjung Batu Pemangkat
Pantai Tanjung Batu merupakan pantai yang berbentuk Tanjung, bentuk alam yang terdiri dari bukit yang berbatu dan menjorok ke laut dengan ketinggian kurang lebih dari 80 meter.

Pantai Tanjung Batu terletak 47 kilometer dari pusat Kota Kabupaten Sambas. Di kaki bukit ini banyak terdapat Batu-batu yang menghampar ke laut yang dapat di lihat apabila air dalam keadaan surut. Objek Wisata Pantai Tanjung Batu ini dilengkapi dengan gunung yang berfungsi sebagai benteng alam. Terdapat tempat penginapan yang berada di sekitar pantai tanjung batu.